MERDEKA.COM. Minggu 17 Februari lalu adalah puncak dari upaya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua Majelis Tinggi dan ketua Dewan Pembina mengurusi Partai Demokrat. Sejak pulang dari lawatannya ke luar negeri, SBY langsung disibukkan mengurusi partainya yang terus dilanda kemelut.
SBY tiba di Indonesia dari kunjungan kerja ke Liberia, Nigeria, Arab Saudi dan Mesir pada Kamis (7/2) lalu. Saat SBY sedang di luar negeri, lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting mengeluarkan hasil siginya. Hasilnya, elektabilitas Partai Demokrat terus merosot menjadi tinggal 8,3 persen.
Hal inilah yang membuat risau kader Demokrat. Para elite partai pun mulai berteriak-teriak meminta pertolongan bosnya. SBY diminta segera turun tangan membenahi partai. Hasilnya, SBY mengeluarkan delapan solusi yang salah satu poin utamanya mengambil alih komando dari Ketua Umum Partai Demokrat. SBY kemudian mengundang para ketua DPD se-Indonesia untuk menandatangani pakta integritas. Dan puncaknya adalah menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat yang dilaksanakan di Hotel Sahid, Jakarta.
Atas kesibukannya mengurus Partai Demokrat, Presiden SBY pun menuai protes. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas misalnya. Dia berpendapat pejabat negara sebaiknya mundur dari jabatan parpol. Dengan begitu, si pejabat bisa total mengurusi tugas-tugas negara.
"Kasihan Pak SBY. Saat kunjungannya ke luar negeri dan umrah, beliau masih mengurusi partainya, masih teleconference, hanya karena hasil survei yang menyatakan suara partainya turun," kata Busyro di Medan, Jumat (8/2).
Komentar senada pun datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta Presiden SBY tetap istiqomah mencurahkan segala perhatiannya untuk urusan negara dan rakyatnya. SBY diharapkan konsisten untuk tidak terpengaruh dengan kejadian yang menimpa Partai Demokrat, sehingga kinerja pemerintahan tidak terganggu.
"Rumusannya, asal perhatiannya kepada negara konsisten tidak boleh terpengaruh oleh kejadian itu. Saya juga pernah di partai juga. Yang penting bisa diatur waktu hanya malam-malam, hanya boleh kerja partai malam-malam, tidak boleh mengganggu jam kerja negara," tegas JK di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (9/2).
Pengamat politik dari UGM Hanta Yudha bahkan menyebut SBY malah memberi contoh yang buruk kepada para menterinya yang berasal dari parpol. "Dulu SBY meminta menteri agar fokus pada tugas pemerintahan, tetapi justru SBY yang tidak komitmen dan menceburkan diri ke partai," kata Hanta Yudha.
"SBY memberi contoh tidak baik kepada menteri-menteri. Soliditas kabinet juga akan menurun karena ternyata SBY terjerumus di situ, dengan multi-rangkap jabatan," jelasnya.
Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai DPR seharusnya membuat sebuah UU yang mengatur pelarangan presiden terlibat dalam kepengurusan partai.
Namun demikian, Mahfud enggan berkomentar lebih jauh terkait mekanisme pelarangan akan menjadi seperti apa. "Saya tidak punya pandangan. MK mempertimbangkan dalam bentuk undang-undang untuk ditolak atau dikabulkan," ujarnya, Senin (18/2).
Atas berbagai serangan itu, Presiden SBY dalam jumpa pers di Cikeas menegaskan dirinya tetap menjalankan tugas sehari-hari sebagai Presiden. "Saya juga mendengar sejumlah komentar negatif tapi bukan dari partai Demokrat, tapi dari luar. Saya dengar, tapi biarlah," kata SBY dalam jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Minggu (10/2) malam.
SBY bahkan menyebut presiden sebelumnya, Soeharto, Megawati dan presiden yang lainnya pun seorang petinggi partai. Tetapi mereka tetap menjalankan tugasnya sambil mengurus partai. "Yang penting saya akan terus bekerja bersama-sama untuk menyelamatkan partai ini," tukasnya.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam mendukung SBY. Menurutnya SBY tak pernah sekali pun melalaikan tugasnya sebagai presiden.
"Bahkan saya dan Pak Sudi Silalahi sering bawa dokumen-dokumen karena sejak presiden kasih arahan di sidang kabinet, bahwa untuk dua tahun terakhir ini kita harus meningkatkan kegiatan kita. Walaupun kita tahu ada kekurangan-kekurangan, makin menumpuk dalam arti kita selesaikan Sabtu-Minggu dan malam," kata Dipo di kantornya, Senin (18/2).
Menurut Dipo, SBY hanya mengurusi Partai Demokrat saat akhir pekan. Presiden-presiden terdahulu pun kadang mengurusi partai. Hal ini, menurutnya, tak perlu dipermasalahkan. "Saya juga mengimbau kepada seluruh menteri agar di bidang mereka masing-masing menjelaskan apa benar ada pengurangan kegiatan presiden terkait hubungan antara menteri dengan kabinet. Saya minta menterinya bicara, bahwa itu tidak ada sama sekali," kata Dipo.
Soal usulan agar presiden mengambil cuti karena sibuk mengurusi partai, Dipo menolaknya. Saat ini, lanjut dia, banyak kegiatan yang harus dihadiri di luar negeri. SBY pun akan turun ke sejumlah daerah untuk meninjau beberapa program.
"Tugas beliau kan membaca RUU, rancangan kepres dengan seksama di mana yang diajukan oleh kita. Masalah pensiunlah, pengangkatanlah, kemudian telponnya kepada Menlu yang ada di luar negeri. Walaupun Mentan Suswono juga diperiksa hari ini oleh KPK, beliau tetap minta bekerja supaya tidak setop kegiatan Kementan," kata Dipo.
Sumber: Merdeka.com
SBY tiba di Indonesia dari kunjungan kerja ke Liberia, Nigeria, Arab Saudi dan Mesir pada Kamis (7/2) lalu. Saat SBY sedang di luar negeri, lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting mengeluarkan hasil siginya. Hasilnya, elektabilitas Partai Demokrat terus merosot menjadi tinggal 8,3 persen.
Hal inilah yang membuat risau kader Demokrat. Para elite partai pun mulai berteriak-teriak meminta pertolongan bosnya. SBY diminta segera turun tangan membenahi partai. Hasilnya, SBY mengeluarkan delapan solusi yang salah satu poin utamanya mengambil alih komando dari Ketua Umum Partai Demokrat. SBY kemudian mengundang para ketua DPD se-Indonesia untuk menandatangani pakta integritas. Dan puncaknya adalah menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat yang dilaksanakan di Hotel Sahid, Jakarta.
Atas kesibukannya mengurus Partai Demokrat, Presiden SBY pun menuai protes. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas misalnya. Dia berpendapat pejabat negara sebaiknya mundur dari jabatan parpol. Dengan begitu, si pejabat bisa total mengurusi tugas-tugas negara.
"Kasihan Pak SBY. Saat kunjungannya ke luar negeri dan umrah, beliau masih mengurusi partainya, masih teleconference, hanya karena hasil survei yang menyatakan suara partainya turun," kata Busyro di Medan, Jumat (8/2).
Komentar senada pun datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta Presiden SBY tetap istiqomah mencurahkan segala perhatiannya untuk urusan negara dan rakyatnya. SBY diharapkan konsisten untuk tidak terpengaruh dengan kejadian yang menimpa Partai Demokrat, sehingga kinerja pemerintahan tidak terganggu.
"Rumusannya, asal perhatiannya kepada negara konsisten tidak boleh terpengaruh oleh kejadian itu. Saya juga pernah di partai juga. Yang penting bisa diatur waktu hanya malam-malam, hanya boleh kerja partai malam-malam, tidak boleh mengganggu jam kerja negara," tegas JK di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (9/2).
Pengamat politik dari UGM Hanta Yudha bahkan menyebut SBY malah memberi contoh yang buruk kepada para menterinya yang berasal dari parpol. "Dulu SBY meminta menteri agar fokus pada tugas pemerintahan, tetapi justru SBY yang tidak komitmen dan menceburkan diri ke partai," kata Hanta Yudha.
"SBY memberi contoh tidak baik kepada menteri-menteri. Soliditas kabinet juga akan menurun karena ternyata SBY terjerumus di situ, dengan multi-rangkap jabatan," jelasnya.
Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai DPR seharusnya membuat sebuah UU yang mengatur pelarangan presiden terlibat dalam kepengurusan partai.
Namun demikian, Mahfud enggan berkomentar lebih jauh terkait mekanisme pelarangan akan menjadi seperti apa. "Saya tidak punya pandangan. MK mempertimbangkan dalam bentuk undang-undang untuk ditolak atau dikabulkan," ujarnya, Senin (18/2).
Atas berbagai serangan itu, Presiden SBY dalam jumpa pers di Cikeas menegaskan dirinya tetap menjalankan tugas sehari-hari sebagai Presiden. "Saya juga mendengar sejumlah komentar negatif tapi bukan dari partai Demokrat, tapi dari luar. Saya dengar, tapi biarlah," kata SBY dalam jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Minggu (10/2) malam.
SBY bahkan menyebut presiden sebelumnya, Soeharto, Megawati dan presiden yang lainnya pun seorang petinggi partai. Tetapi mereka tetap menjalankan tugasnya sambil mengurus partai. "Yang penting saya akan terus bekerja bersama-sama untuk menyelamatkan partai ini," tukasnya.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam mendukung SBY. Menurutnya SBY tak pernah sekali pun melalaikan tugasnya sebagai presiden.
"Bahkan saya dan Pak Sudi Silalahi sering bawa dokumen-dokumen karena sejak presiden kasih arahan di sidang kabinet, bahwa untuk dua tahun terakhir ini kita harus meningkatkan kegiatan kita. Walaupun kita tahu ada kekurangan-kekurangan, makin menumpuk dalam arti kita selesaikan Sabtu-Minggu dan malam," kata Dipo di kantornya, Senin (18/2).
Menurut Dipo, SBY hanya mengurusi Partai Demokrat saat akhir pekan. Presiden-presiden terdahulu pun kadang mengurusi partai. Hal ini, menurutnya, tak perlu dipermasalahkan. "Saya juga mengimbau kepada seluruh menteri agar di bidang mereka masing-masing menjelaskan apa benar ada pengurangan kegiatan presiden terkait hubungan antara menteri dengan kabinet. Saya minta menterinya bicara, bahwa itu tidak ada sama sekali," kata Dipo.
Soal usulan agar presiden mengambil cuti karena sibuk mengurusi partai, Dipo menolaknya. Saat ini, lanjut dia, banyak kegiatan yang harus dihadiri di luar negeri. SBY pun akan turun ke sejumlah daerah untuk meninjau beberapa program.
"Tugas beliau kan membaca RUU, rancangan kepres dengan seksama di mana yang diajukan oleh kita. Masalah pensiunlah, pengangkatanlah, kemudian telponnya kepada Menlu yang ada di luar negeri. Walaupun Mentan Suswono juga diperiksa hari ini oleh KPK, beliau tetap minta bekerja supaya tidak setop kegiatan Kementan," kata Dipo.
Sumber: Merdeka.com