Melarutlah ia bersama heningnya gangga, kisah cinta yang membunga dalam buku rindu seorang mahatma. Lalu dibacanya sejarah, tentang harumnya tanah, tentang perang dan darah. Seseorang telah berjuang, dan ia kalah. Menjadi tawanan lawan dalam bilik jeruji dingin. Ceritakan padanya sekali lagi, tentang puisi-puisi indah yang ditulis sekalipun dalam ruang pengap dan dinding batu—penjara itu.
-
/
Berbagilah denganku, apa saja. Bahkan sekalipun luka-luka. Bukankah kesepian terlalu pahit untuk di sesap sendiri? Tanganku mungkin memang terlalu pendek untuk meraihkan bulan, tapi ia masih cukup mampu untuk memelukmu sepanjang malam.
-
/
Kau menyebutnya biru, berulang-ulang. Serupa laut luas tempat kau melepas perahu kertas. Atau dingin Januari yang beberapa kali pernah kau tulis dalam sajak, dalam rindu yang diam-diam kau peluk sendirian.
-
/
Pertengahan Januari, kita masih berada di persimpangan antara menunggu atau pergi, mencinta atau melepas, bertahan namun terhempas. Dan kita bukan orang yang pandai memilih salah satunya, terkadang kita tertawa bersama dengan hati yang terpisah jauh dari suara. Dengan perasaan yang tak lagi utuh namun bersikeras tetap saling rengkuh.
-
/
Tak perlu menulisku dalam wangi puisimu, atau membacakannya ketika laut surut dan langit telah menutup pintu. Semua bahasa tak lagi bisa menerjemahkan rasa. Aku huruf beku sebelum kau bawa pada hangat perdiangan, pun kata-kata cinta yang tak mampu lagi menjadi kita.
-
/
Sudah takdir, jika putik tak jadi buah, ia akan layu dan gugur ke tanah.
Ada, tahun-tahun yang terlalu sulit untuk dilewati sendiri, ketika bunga yang ingin mekar gagal menemukan matahari.
-
/
Bahkan hujan yang kukira adalah simbol paling sepi yang sering dibawa-bawa penyair dalam puisinya yang resah, ternyata ketika turun pun ia tidak pernah sendirian. Selalu riuh jatuh bersamaan di atas bubungan.
-
/
Malam hujan.
Bulan berguling ke dalam kelambu.
Dan kita, geliat tubuh yang menjemput pagi.
-
/
Ambillah milikmu yang telah dicuri oleh bibirku. Aroma nikotine, lembutnya wine, beberapa desah, serta puisi manis yang kau tulis sebelum tidur.
Ambillah ... dengan bibirmu, dengan perlahan, dengan segenap perasaan.
-
/
Tidurlah ... barangkali nanti kita akan bertemu dalam mimpi. tidak apa-apa, bukankah hanya di sana kita bisa berciuman tanpa sembunyi? tanpa harus memikirkan orang-orang yang mungkin cemburu atau patah hatinya karena terluka
-
/
Berbagilah denganku, apa saja. Bahkan sekalipun luka-luka. Bukankah kesepian terlalu pahit untuk di sesap sendiri? Tanganku mungkin memang terlalu pendek untuk meraihkan bulan, tapi ia masih cukup mampu untuk memelukmu sepanjang malam.
-
/
Kau menyebutnya biru, berulang-ulang. Serupa laut luas tempat kau melepas perahu kertas. Atau dingin Januari yang beberapa kali pernah kau tulis dalam sajak, dalam rindu yang diam-diam kau peluk sendirian.
-
/
Pertengahan Januari, kita masih berada di persimpangan antara menunggu atau pergi, mencinta atau melepas, bertahan namun terhempas. Dan kita bukan orang yang pandai memilih salah satunya, terkadang kita tertawa bersama dengan hati yang terpisah jauh dari suara. Dengan perasaan yang tak lagi utuh namun bersikeras tetap saling rengkuh.
-
/
Tak perlu menulisku dalam wangi puisimu, atau membacakannya ketika laut surut dan langit telah menutup pintu. Semua bahasa tak lagi bisa menerjemahkan rasa. Aku huruf beku sebelum kau bawa pada hangat perdiangan, pun kata-kata cinta yang tak mampu lagi menjadi kita.
-
/
Sudah takdir, jika putik tak jadi buah, ia akan layu dan gugur ke tanah.
Ada, tahun-tahun yang terlalu sulit untuk dilewati sendiri, ketika bunga yang ingin mekar gagal menemukan matahari.
-
/
Bahkan hujan yang kukira adalah simbol paling sepi yang sering dibawa-bawa penyair dalam puisinya yang resah, ternyata ketika turun pun ia tidak pernah sendirian. Selalu riuh jatuh bersamaan di atas bubungan.
-
/
Malam hujan.
Bulan berguling ke dalam kelambu.
Dan kita, geliat tubuh yang menjemput pagi.
-
/
Ambillah milikmu yang telah dicuri oleh bibirku. Aroma nikotine, lembutnya wine, beberapa desah, serta puisi manis yang kau tulis sebelum tidur.
Ambillah ... dengan bibirmu, dengan perlahan, dengan segenap perasaan.
-
/
Tidurlah ... barangkali nanti kita akan bertemu dalam mimpi. tidak apa-apa, bukankah hanya di sana kita bisa berciuman tanpa sembunyi? tanpa harus memikirkan orang-orang yang mungkin cemburu atau patah hatinya karena terluka