Konflik horizontal bernuansa SARA yang melanda Kota Ambon pada 19 Januari 1999 silam hingga merembet secara masif ke wilayah lain di Maluku, menimbulkan korban jiwa dan materi yang teramat dahsyat.. Perekonomian pun lumpuh.. Mata pencahrian masyarakat menjadi terhenti.. Nelayan enggan pergi melaut karena keselamatannya terancam dengan aksi pengejaran dan penembakan menggunakan Speed Boat.. Petani pun enggan pergi ke kebun dan ladang karena adanya aksi gerilya di hutan-hutan..
Pedagang sudah tidak memiliki tempat berjualan di pasar yang sudah hangus terbakar..*
Pegawai Negeri dan Swasta pun lebih mementingkan keselamatan jiwanya dengan berdiam di rumah, dari pada harus menjadi sasaran Sniper di jalanan..*
Situasi begitu mencekam.. Yang ada setiap hari hanyalah kepulan asap hitam yang membumbung dari bangunan yang terbakar.. Bunyi letusan senjata api dan ledakan bom seolah menjadi detak jarum jam dinding setiap harinya.. Bunyi tiang listrik yang dipukul berdentang sebagai sirene untuk bersiap menuju medan perang.. Tampak orang-orang dengan bersenjatakan berbagai senjata tajam, senjata api hingga peledak melangkah maju dengan pekikan semangat mencoba menerobos barikade aparat keamanan.. Hingga tembakan peringatan dari moncong senapan aparat keamanan pun menyalak untuk membubarkan massa.. Dan aparat keamanan pun seolah menjadi "musuh" bagi para penyerang, karena selalu dihadang, bahkan tak jarang terjadi kontak senjata terbuka secara berhadap-hadapan antara pihak penyerang dengan aparat keamanan...
Namun, di balik kisah pilu nan tragis dari medan konflik itu, ternyata banyak hikmah positif yang dapat dipetik dari konflik yang melanda Maluku kurang lebih 3 (tiga) tahun itu..*
Ketika pada masa konflik (Tahun 1999 - 2001), hampir setiap pelosok pulau di Maluku terdapat aparat keamanan BKO dari berbagai kesatuan, baik TNI maupun POLRI.. Namun kebanyakan dari unsur TNI AD.. Dan Pos-Pos Penjagaan aparat keamanan ini umumnya berada pada bangunan-bangunan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan perkantoran..*
Aparat keamanan ini pun sehari-harinya hidup berbaur dengan masyarakat setempat.. Hingga rasa kekeluargaan pun terjalin harmonis.. Tak jarang, para kaum ibu mendatangi Pos-Pos Penjagaan TNI dengan membawa makanan hasil olahan dapur sendiri untuk disantap oleh anggota TNI yang bertugas.. Kaum Adam pun tak mau ketinggalan dengan selalu setia menemani anggota TNI di pos sambil bermain catur, gaplek, atau bernyanyi bersama dengan diiringi petikan gitar.. Anak-anak pun seakan tak takut dengan seragam loreng dan senapan milik tentara.. Beda halnya dengan anak-anak sebelum masa konflik, dimana mereka terkesan takut akan sosok tentara, tapi saat konflik, anak-anak cenderung tertarik dan terkagum-kagum untuk melihat senapan dari dekat.. *Dan dari sinilah lahir generasi prajurit yang telah ditempa mentalnya secara alamiah oleh situasi konflik lewat letusan senapan dan dentuman bom.. Kini, banyak pelajar (yang masa kecilnya dulu bertepatan dengan konflik) *setelah lulus SMA, memilih untuk menjadi tentara maupun polisi..
Lewat momen konflik juga, masyarakat bisa mengetahui jenjang kepangkatan dalam TNI, mulai dari Prajurit hingga Perwira Tinggi..*
Dan momen konflik pun sekaligus menjadi pameran Alutsista secara tidak langsung bagi masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengetahui jenis-jenis senapan baik yang diproduksi oleh Pindad seperti SS-1 , maupun senapan produksi luar negeri seperti AK-47, M-16, MK-3, SKS, dan lain-lain..*
Kehadiran tentara BKO di tengah-tengah masyarakat saat konflik ini (Terutama pada pelosok Kabupaten di luar Kota Ambon) bisa dikatakan kurang lebih seperti dulunya program ABRI Masuk Desa.. Dimana TNI bersama masyarakat bersatu padu bahu membahu menjaga keamanan dan ketertiban kampung.. Jumat bersih untuk membersihkan lingkungan kampung pun digelar..
Anggota TNI pun berperan sebagai pelatih Sepak Bola dan Bola Volly yang dengan setia dan semangatnya berlatih bersama masyarakat di lapangan saat sore hari.. Hingga timbul istilah "Bapa Piara" dan "Mama Piara" yaitu istilah untuk Orang Tua Angkat yang menjadikan seorang anggota TNI sebagai Anak Angkatnya, karna saking eratnya hubungan kekeluargaan yang terjalin.. Tak jarang, terjadi Cinta Lokasi atau Cinlok antara anggota TNI (yang memang statusnya masih Bujang atau belum berkeluarga) dengan gadis-gadis di tempat tugas.. Fenomena ini terjadi hampir di setiap daerah operasi.. Dan ketika terjadi pergantian satuan BKO, dimana anggota TNI yang lama akan digantikan oleh yang baru, maka sepenggal kisah melo drama pun tersaji di atas dermaga saat kapal TNI telah merapat untuk menjemput satuan BKO yang telah berakhir masa tugasnya.. Maka isak tangis pun sontak pecah dari para Gadis yang akan ditinggalkan prajurit sang belahan jiwanya.. Namun di antara gadis-gadis itu ada pula yang berangkat bersama Sang Prajurit, untuk selanjutnya diperkenalkan ke keluarganya dan berlanjut ke pelaminan.. (Senggol Agan-Agan Anggota TNI yang pernah bertugas saat masa konflik di Maluku, untuk kembali bernostalgia)
Inilah beberapa hikmah positif yang dapat Ane petik dari masa-masa konflik di Maluku, yang Ane alami langsung sebagai masyarakat sipil yang berbaur *dengan TNI dalam semangat Kemanunggalan TNI - Rakyat untuk menjaga Kamtibmas di Bumi Rempah-Rempah Maluku...
Salammmm....
Pedagang sudah tidak memiliki tempat berjualan di pasar yang sudah hangus terbakar..*
Pegawai Negeri dan Swasta pun lebih mementingkan keselamatan jiwanya dengan berdiam di rumah, dari pada harus menjadi sasaran Sniper di jalanan..*
Situasi begitu mencekam.. Yang ada setiap hari hanyalah kepulan asap hitam yang membumbung dari bangunan yang terbakar.. Bunyi letusan senjata api dan ledakan bom seolah menjadi detak jarum jam dinding setiap harinya.. Bunyi tiang listrik yang dipukul berdentang sebagai sirene untuk bersiap menuju medan perang.. Tampak orang-orang dengan bersenjatakan berbagai senjata tajam, senjata api hingga peledak melangkah maju dengan pekikan semangat mencoba menerobos barikade aparat keamanan.. Hingga tembakan peringatan dari moncong senapan aparat keamanan pun menyalak untuk membubarkan massa.. Dan aparat keamanan pun seolah menjadi "musuh" bagi para penyerang, karena selalu dihadang, bahkan tak jarang terjadi kontak senjata terbuka secara berhadap-hadapan antara pihak penyerang dengan aparat keamanan...
Namun, di balik kisah pilu nan tragis dari medan konflik itu, ternyata banyak hikmah positif yang dapat dipetik dari konflik yang melanda Maluku kurang lebih 3 (tiga) tahun itu..*
Ketika pada masa konflik (Tahun 1999 - 2001), hampir setiap pelosok pulau di Maluku terdapat aparat keamanan BKO dari berbagai kesatuan, baik TNI maupun POLRI.. Namun kebanyakan dari unsur TNI AD.. Dan Pos-Pos Penjagaan aparat keamanan ini umumnya berada pada bangunan-bangunan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, dan perkantoran..*
Aparat keamanan ini pun sehari-harinya hidup berbaur dengan masyarakat setempat.. Hingga rasa kekeluargaan pun terjalin harmonis.. Tak jarang, para kaum ibu mendatangi Pos-Pos Penjagaan TNI dengan membawa makanan hasil olahan dapur sendiri untuk disantap oleh anggota TNI yang bertugas.. Kaum Adam pun tak mau ketinggalan dengan selalu setia menemani anggota TNI di pos sambil bermain catur, gaplek, atau bernyanyi bersama dengan diiringi petikan gitar.. Anak-anak pun seakan tak takut dengan seragam loreng dan senapan milik tentara.. Beda halnya dengan anak-anak sebelum masa konflik, dimana mereka terkesan takut akan sosok tentara, tapi saat konflik, anak-anak cenderung tertarik dan terkagum-kagum untuk melihat senapan dari dekat.. *Dan dari sinilah lahir generasi prajurit yang telah ditempa mentalnya secara alamiah oleh situasi konflik lewat letusan senapan dan dentuman bom.. Kini, banyak pelajar (yang masa kecilnya dulu bertepatan dengan konflik) *setelah lulus SMA, memilih untuk menjadi tentara maupun polisi..
Lewat momen konflik juga, masyarakat bisa mengetahui jenjang kepangkatan dalam TNI, mulai dari Prajurit hingga Perwira Tinggi..*
Dan momen konflik pun sekaligus menjadi pameran Alutsista secara tidak langsung bagi masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengetahui jenis-jenis senapan baik yang diproduksi oleh Pindad seperti SS-1 , maupun senapan produksi luar negeri seperti AK-47, M-16, MK-3, SKS, dan lain-lain..*
Kehadiran tentara BKO di tengah-tengah masyarakat saat konflik ini (Terutama pada pelosok Kabupaten di luar Kota Ambon) bisa dikatakan kurang lebih seperti dulunya program ABRI Masuk Desa.. Dimana TNI bersama masyarakat bersatu padu bahu membahu menjaga keamanan dan ketertiban kampung.. Jumat bersih untuk membersihkan lingkungan kampung pun digelar..
Anggota TNI pun berperan sebagai pelatih Sepak Bola dan Bola Volly yang dengan setia dan semangatnya berlatih bersama masyarakat di lapangan saat sore hari.. Hingga timbul istilah "Bapa Piara" dan "Mama Piara" yaitu istilah untuk Orang Tua Angkat yang menjadikan seorang anggota TNI sebagai Anak Angkatnya, karna saking eratnya hubungan kekeluargaan yang terjalin.. Tak jarang, terjadi Cinta Lokasi atau Cinlok antara anggota TNI (yang memang statusnya masih Bujang atau belum berkeluarga) dengan gadis-gadis di tempat tugas.. Fenomena ini terjadi hampir di setiap daerah operasi.. Dan ketika terjadi pergantian satuan BKO, dimana anggota TNI yang lama akan digantikan oleh yang baru, maka sepenggal kisah melo drama pun tersaji di atas dermaga saat kapal TNI telah merapat untuk menjemput satuan BKO yang telah berakhir masa tugasnya.. Maka isak tangis pun sontak pecah dari para Gadis yang akan ditinggalkan prajurit sang belahan jiwanya.. Namun di antara gadis-gadis itu ada pula yang berangkat bersama Sang Prajurit, untuk selanjutnya diperkenalkan ke keluarganya dan berlanjut ke pelaminan.. (Senggol Agan-Agan Anggota TNI yang pernah bertugas saat masa konflik di Maluku, untuk kembali bernostalgia)
Inilah beberapa hikmah positif yang dapat Ane petik dari masa-masa konflik di Maluku, yang Ane alami langsung sebagai masyarakat sipil yang berbaur *dengan TNI dalam semangat Kemanunggalan TNI - Rakyat untuk menjaga Kamtibmas di Bumi Rempah-Rempah Maluku...
Salammmm....