Sejarah Punakawan
Pementasan wayang hampir selalu dibumbui dengan tingkah laku lucu para panakawan. Pada umumnya kisah yang dipentaskan bersumber dari naskah Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India. Meskipun demikian, dalam kedua naskah tersebut sama sekali tidak dijumpai adanya tokoh panakawan. Hal ini dikarenakan panakawan merupakan unsur lokal ciptaan pujangga Jawa sendiri.
Menurut sejarawan Slamet Muljana, tokoh panakawan muncul pertama kali dalam karya sastra berjudul Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kadiri. Naskah ini menceritakan tentang bantuan Gatotkaca terhadap sepupunya, yaitu Abimanyu yang berusaha menikahi Ksitisundari, putri Sri Kresna.
Dikisahkan Abimanyu memiliki tiga orang panakawan bernama:
Jurudyah
Punta
Prasanta
Ketiganya dianggap sebagai panakawan pertama dalam sejarah kesusastraan Jawa. Dalam kisah tersebut peran ketiganya masih belum seberapa, seolah hanya sebagai pengikut biasa.
Panakawan selanjutnya adalah Semar, yang muncul dalam karya sastra berjudul Sudamala dari zaman Kerajaan Majapahit. Dalam naskah ini, Semar lebih banyak berperan aktif daripada ketiga panakawan di atas. Pada zaman selanjutnya, untuk menjaga keterkaitan antara kedua golongan panakawan tersebut, para dalang dalam pementasan wayang seringkali menyebut Jurudyah Puntaprasanta sebagai salah satu nama sebutan lain untuk Semar.
Gara-Gara
Para dalang dalam setiap bagian pertengahan pementasan wayang, hampir selalu mengisahkan adanya peristiwa gara-gara (baca: goro-goro seperti melafalkan 'gorong-gorong'; dari bahasa Jawa) yaitu sebuah keadaan saat terjadi bencana besar menimpa bumi. Antara lain gunung meletus, banjir, gempa bumi, bahkan sampai korupsi yang merajalela. Panjang-pendek serta keindahan tata bahasa yang diucapkan untuk melukiskan keadaan gara-gara tidak ada standar baku, karena semuanya kembali pada kreativitas dalang masing-masing.
Para dalang kemudian mengisahkan bahwa setelah gara-gara berakhir, para panakawan muncul dengan ekspresi bahagia, menebar humor, dan bersenda gurau. Hal ini merupakan simbol bahwa setelah munculnya peristiwa kekacauan atau kerusuhan yang menimpa suatu negara, maka diharapkan rakyat kecil adalah pihak pertama yang mendapatkan keuntungan, bukan sebaliknya.
Akibat kesalahpahaman, istilah gara-gara saat ini dianggap sebagai saat kemunculan para panakawan. Gara-gara dianggap sebagai waktu untuk dalang menghentikan sementara kisah yang sedang dipentaskan, dan menggantinya dengan sajian musik dan hiburan bagi para penonton.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Panakawan
Karena cuma tokoh-tokoh tambahan, figuran atau cameo dan bukan tokoh utama cerita maka kisah kematian Punakawan sepertinya memang tidak pernah ditulis.
Punakawan mungkin cuma tokoh versi fanfic humor dari dongeng/cerita awal.