SchDresden
Guru Semprot
Ikaros dan Sang Mentari
Untukmu, wanita yang (pernah) kudamba.
Dahulu dengan senyum bahagia kuucapkan:
'Selamat pagi, nona. Semoga kau selalu sehat dan berbahagia'
Aku ingat waktu itu kau buatkan aku sayap indah nan perkasa.
Walau hanya dari lilin, aku tetap bersamamu dalam sepi.
Dalam kegelapan ku ambil sebongkah agar kau tetap berpijar.
Dalam rintik kubentangkan semua agar kau tetap menyala.
Kemudian kau melompat ke pelukan angkasa.
Menjadi terang, sang penguasa hari.
Aku mencoba terbang meraihmu 'tuk kita bisa bersama.
Meski perih aku bertahan nekat mengikuti.
Namun nahas, sayapku terbakar habis oleh panasnya cahaya.
Aku jatuh di jurang sepi, gelap tak bertepi.
Aku meringkuk memohon tolong, melolong, meronta.
Tapi kau tak berpaling dari langit tanpa setetes pun peduli.
Dengan penuh amarah aku pergi ke ujung dunia.
Sembunyi menjilati luka perih menyengat hati.
Kemudian kulihat sang bulan di langit, menyunggingkan senyum bangganya.
Tetiba kau muncul lagi, dalam unggun kembali dari memori.
Kenapa baru sekarang kau cari aku yang sudah kadung hina tak bersisa?!
Tak usah kau tatap aku lagi! Dan jangan sekali-kali kau kasihani!
Biarlah kau bahagia di sana! Jadilah kau cahaya yang terang-benderang bagi semua!
Tak apa jika aku sendiri harus bernasib seperti Ikaros, yang mampus karena mencoba bersanding dengan sang Mentari.
Kini dengan lirih, sekali lagi kuucapkan:
'Selamat tidur, kekasihku. Semoga kau selalu berbahagia lagi tentram disana'
Dariku, lelaki yang (masih?) mencintaimu.
Untukmu, wanita yang (pernah) kudamba.
Dahulu dengan senyum bahagia kuucapkan:
'Selamat pagi, nona. Semoga kau selalu sehat dan berbahagia'
Aku ingat waktu itu kau buatkan aku sayap indah nan perkasa.
Walau hanya dari lilin, aku tetap bersamamu dalam sepi.
Dalam kegelapan ku ambil sebongkah agar kau tetap berpijar.
Dalam rintik kubentangkan semua agar kau tetap menyala.
Kemudian kau melompat ke pelukan angkasa.
Menjadi terang, sang penguasa hari.
Aku mencoba terbang meraihmu 'tuk kita bisa bersama.
Meski perih aku bertahan nekat mengikuti.
Namun nahas, sayapku terbakar habis oleh panasnya cahaya.
Aku jatuh di jurang sepi, gelap tak bertepi.
Aku meringkuk memohon tolong, melolong, meronta.
Tapi kau tak berpaling dari langit tanpa setetes pun peduli.
Dengan penuh amarah aku pergi ke ujung dunia.
Sembunyi menjilati luka perih menyengat hati.
Kemudian kulihat sang bulan di langit, menyunggingkan senyum bangganya.
Tetiba kau muncul lagi, dalam unggun kembali dari memori.
Kenapa baru sekarang kau cari aku yang sudah kadung hina tak bersisa?!
Tak usah kau tatap aku lagi! Dan jangan sekali-kali kau kasihani!
Biarlah kau bahagia di sana! Jadilah kau cahaya yang terang-benderang bagi semua!
Tak apa jika aku sendiri harus bernasib seperti Ikaros, yang mampus karena mencoba bersanding dengan sang Mentari.
Kini dengan lirih, sekali lagi kuucapkan:
'Selamat tidur, kekasihku. Semoga kau selalu berbahagia lagi tentram disana'
Dariku, lelaki yang (masih?) mencintaimu.
Terakhir diubah: