KISAH TIMNAS AFF 2012
Makin Dihambat, Kian Merambat
Sekali melangkah, teruslah melangkah.
Kisah tim nasional Piala AFF 2012 penuh warna, juga tantangan. Saya jadi ingat kisah Petualangan Kera Sakti atau Ziarah ke Barat, karya penulis Wu Cheng-en (1500-1582). Kisahnya tentang Pendeta Guru (Tong Hian-cong) yang melakukan perjalanan jauh mencari Kitab Suci Kehidupan. Pendeta Guru ditemani tiga muridnya, Kera Sakti (Sun Go Kong), Sang Babi (Ti Pat Kay), dan Pendeta Pasir (Sah-ceng).
Segepok persoalan menghadang, tak hanya eksternal tapi juga internal. Bagi Anda yang tahu kisah ini (pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi), paham betul bahwa mencapai sukses butuh perjuangan, kekompakan, juga kesabaran yang panjang. Kita ingat kata-kata ini: sukses itu tak segampang membalikkan telapak tangan.
Sejak Piala AFF (dulu bernama Piala Tiger) digelar pada tahun 1996, inilah pertama kali timnas dililit dan dicekik persoalan pelik. Setidaknya, menurut saya. Diego Michiels, sosok penting di lini belakang, dipastikan tak ikut berangkat ke Malaysia. Diego kini berstatus tersangka, menyusul penganiayaan yang dilakukannya terhadap Mef Paripurna, warga Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Upaya damai secara kekeluargaan yang dilakukan PSSI tak berhasil dan Diego terancam hukuman penjara.
Keputusan pemerintah, dalam hal ini Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang tak menggelontorkan dana kepada timnas ikut memperpanjang daftar persoalan yang diemban oleh Nil Maizar dan anak-anak asuhnya. PSSI, lewat proposal yang diajukan ke menpora, butuh dana lebih kurang Rp 2 miliar. Suporter pecinta timnas turun ke jalan, menyatakan sikap. Mereka menuding menpora tak punya nasionalisme. Tak sampai disitu, aksi penggalangan dana pun dilakukan.
Sikap menpora membuat PSSI kecewa. Namun, Djohar Arifin Husin dan kolega tak bisa menuntut apalagi memaksa. "Tidak apa-apa. Timnas akan tetap pergi," kata Benhard Limbong, Penanggungjawab Timnas PSSI. Kabar yang beredar menyebutkan, menpora bersedia memberikan dana kepada timnas, tapi tak sebesar yang diminta. Menpora hanya mau menggelontorkan Rp 800 juta, itu pun dengan catatan. Pertama, PSSI harus memasukkan pemain ISL dan Alfred Riedl juga dilibatkan di dalam tim. Riedl adalah pelatih timnas versi Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI), seteru PSSI.
Sejauh ini, Nil juga belum bisa mengumumkan starting eleven. Padahal, sebelumnya, mantan pelatih Semen Padang itu memastikan bahwa skuad intinya sudah terbentuk usai melakoni dua laga persahabatan kontra Timor Leste (14/11) dan Kamerun (17/11). Nil menyatakan, sehari sebelum Piala AFF bergulir (23 November), tim inti sudah terbentuk. "Karena saya mau melihat kondisi terakhir pemain," katanya.
Bisa jadi, waktu sepekan ke depan bakal ada perombakan tim. Bukan tak mungkin, lima pemain ISL yakni Ahmad Bustomi, Firman Utina, Hamka Hamzah, dan I Made Wirawan (kiper) bakal merapat ke timnas. Ini memungkinkan, sebab KPSI sudah memberikan isyarat (hasil pertemuan dengan menpora), klub-klub ISL boleh membela timnas. Tapi benarkah?
Jika kita menjadikan dua laga perhabatan kemarin sebagai acuan, maka masuknya lima pemain ISL bisa memperkuat tim. Lihatlah bagaimana porak-porandanya lini belakang, saat timnas bertemu Kamerun. Pertandingan baru berjalan 10 menit, gawang timnas yang dikawal Endra Prasetya sudah tiga kali nyaris kebobolan. Kerjasama antar lini juga kurang. Buktinya, Irfan Bachdim yang berperan sebagai penyerang harus turun jauh ke belakang membantu serangan. Salah-salah umpan juga kerap terjadi, padahal ini sangat elementer dalam sepak bola. Beruntung, laga yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu berakhir imbang tanpa gol. Usai laga, Endra harus dirawat. Kiper Persebaya Surabaya itu mengalami cedera di bahu. Selain Endra, Hamdi Ramdhan juga mengalami nasib sama.
Piala AFF sudah di depan mata, namun persoalan belum mau juga pergi dari timmas. Sebagai pecinta timnas, jamak kalau kita dag dig dug. Jujur, kita tak ingin lagi diledek sebagai tim "nyaris juara". Ya! Sudah empat kali Indonesia masuk final, namun selalu gagal menjadi yang terbaik. Dua tahun silam, kita keok dari Malaysia. Haruskah tahun ini kita juga mengalami nasib serupa?
Bambang Pamungkas dan Irfan Bacdim, duo bomber beda generasi optimistis bahwa timnas, dengan segala kelebihan dan kekurangan, akan tampil sebagai juara. Irfan bahkan secara eksplisit menyatakan akan menuntaskan dendam pecinta sepak bola Indonesia atas Malaysia, sang musuh bebuyutan.
Sedongkol apa pun kita kepada PSSI dan KPSI, timnas harus tetap didukung. Siapa pun pemainnya, siapa pun pelatihnya, dan siapa pun yang jadi pengurus, selama di dada masih ada lambang Burung Garuda dan bendera Merah Putih, maka wajib kita bela. Ini tentang harga diri bangsa, soalnya. Persoalan boleh ada, timnas harus tetap tegar berdiri, demi Ibu Pertiwi. Jangan takut, jangan kusut. Maju terus, terus maju, pantang mundur.
Dalam perjalanan Ziarah ke Barat, di antara rintangan demi rintangan yang menghadang, Pendeta Guru dan ketiga muridnya terus melangkah. "Perjalanan satu mil diawali dengan sebuah langkah". Demikian pepatah bijak China, menyatakan. Melangkahnya dengan gagah berani, Timnas Senior Indonesia! Di langkahmu, doa kami menyertai. Bravo!