Syeikh Subakir adalah walisongo angkatan pertama yang datang ke tanah jawa, bersamaan dengan syeikh Maulana Jumadil Qubro dan Syeikh Maulana Malik Ibrahim.
Mereka tiba ditanah Jawa, namun berlabuh di pelabuhan yang berbeda.
Syeikh Jumadil Qubro berlabuh di Jawa bagian barat, Syeikh Subakir berlabuh di Jawa bagian tengah, dan Syeikh Maulana Malik Ibrahim berlabuh di jawa bagian timur.
Syeikh Jumadil Qubro kemudian berdakwah di Jawa bagian barat hingga akhirnya bermukim di pulau Nusakambangan.
Beliau menjaga bunga wijayakusuma dan merawat kijang kencana. Berkat dari doa beliau, dua makhluk ini sampe sekarang masih terjaga sampe sekarang. Ga mudah ditemukan oleh sembarang orang.
Sedang syeikh Subakir berdakwah di Jawa bagian tengah. Namun di bagian tengah ini awalnya jarang dihuni manusia, lantaran kerajaan terdahulu yaitu Mataram kuno dipindah ke Jawa bagian timur disebabkan karena negeri tsb terkena bencana meletusnya gunung merapi, sehingga berakibat pada gagal panen, serta keringnya sumur penduduk.
Syeikh Subakir bisa dibilang orang pertama yang merukyah tanah Jawa. Makanya bagi sebagian kalangan terutama jamaah toriqoh, beliau adalah yang keempat dikirim hadiah Fatihah, setelah Nabi SAW, khulafaur Rosyidin, Abdul Qodir al-Jailani, dan Syeikh Subakir.
Syeikh Subakir ini sepanjang perjalanan selalu diganggu oleh bangsa jin yang menghuni Jawa bagian tengah. Namun beliau berhasil mengatasinya. Hingga suatu hari, beliau tiba di wilayah alas Kedu (temanggung, magelang, purworejo, kebumen sekarang)
Diwilayah ini, adalah perjalanan beliau yang paling berat dan menantang. Gangguan jin silih berganti tanpa kenal lelah. Bahkan Syeikh Subakir tidak pernah dibiarkan beristirahat cuma sekedar memejamkan mata walau sejenak.
Hingga kemudian beliau berhadapan dengan raja jin dari puncak Tidar. Akhirnya setelah pertarungan berhari2, raja jin ini berhasil dikalahkan, dengan diikat pada sebuah tugu dipuncak Tidar, dan dipendam kedalam tanah.
Setelahnya, sampailah kabar kekalahan raja jin ini ketelinga eyang Sabdo Palon yang sedang bertapa.
Lalu eyang Sabdo Palon datang berkunjung kepada Syeikh Subakir. Disitu mereka berbincang dengan hangat, seolah bertemu sahabat lama.
Disitulah eyang Sabdo Palon memperkenalkan diri dengan nama Semar Badranaya kepada Syeikh Subakir.
Dan perbincangan tsb sampailah pada sebuah perjanjian damai antara keduanya.
Inti perjanjian tsb adalah beliau boleh berdakwah, namun harus tanpa paksaan. Silahkan bermukim dimanapun di Tanah Jawa, asalkan tidak merusak apa yang ada di alam Tanah Jawa. Sesama saudara harus saling guyub rukun.
Eyang Sabdo Palon juga memperingatkan, bila suatu saat pulau Jawa akan terjadi huruhara, beliau tak segan2 akan turun dari pertapaannya.
Setelah itu, Syeikh Subakir dan eyang Sabdo Palon sepakat.
Namun setelah pekerjaannya tuntas, Syeikh Subakir tidak menetap di tanah Jawa. Beliau kemudian kembali ke tanah kelahirannya di jazirah Arab.
Wallahu alam
Sekedar pengingat aja, raja jin dari gunung Tidar namanya bukan Sabdo Palon. Dia beda persona.
Sabdo Palon ini penasehat prabu Brawijaya V yang sudah pensiun dari kegiatan kenegaraan, dan kemudian bertapa dipuncak Lawu.
Sekarang kalo buat yang pernah dikasih liat, eyang Sabdo Palon atau ki lurah Semar Badranaya ini rupanya sama persis kaya semar diwayang kulit yang pernah kita tonton.
Saking lamanya bertapa, beliau nampak seperti raksasa yang sedang menduduki seluruh puncak Lawu. Posisi bertapa beliau duduk bersila menghadap ke arah baratdaya.