Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Manunggaling Kawulo Gusti

Ane gk tau manunggalung kawulo gusti sesat apa gk
Ilmu ane blum nyampe ketahap itu.
Ane ibadah masih bolong2,masih suka bk semprot,klo liat cewek cakep dikit langsung lirik.

Tapi yg ane tangkep menurut otak ane ini,ajaran ini bagus sebenernya tapi bnyak pengikut aliran ini yg gagal paham dalam menafsirkan isi ajaran tersebut
 
ok, klo ane pengen tau lebih banyak, bolehkah ane tulis di sini, hal hal yg jadi pertanyaan ane?
ataukah ane harus bikin trit ttg pertanyaan pertanyaan hakiki?
adakah di sini yang sudi menjawab pertanyaan2 itu?
ahhhhhh...

sebab, syariat saja ga cukup. yang sholat masih juga enjoy korupsi, yang infaq sedekah ternyata masih berharap bertambah rejeki, yang puasa masih ternyata juga memendam emosi, yang haji masih juga senang membuka kutang tak bertali.

semoga ane salah.
 
ok, klo ane pengen tau lebih banyak, bolehkah ane tulis di sini, hal hal yg jadi pertanyaan ane?
ataukah ane harus bikin trit ttg pertanyaan pertanyaan hakiki?
adakah di sini yang sudi menjawab pertanyaan2 itu?
ahhhhhh...

sebab, syariat saja ga cukup. yang sholat masih juga enjoy korupsi, yang infaq sedekah ternyata masih berharap bertambah rejeki, yang puasa masih ternyata juga memendam emosi, yang haji masih juga senang membuka kutang tak bertali.

semoga ane salah.


Syari'at sebenernya sudah bisa om dijadikan penentu boleh tidaknya melakukan sesuatu. Dg catatan dilakukan dengan sepenuh hati. Tapi karena syari'at masih bersifat badaniyah, maka terkadang esensi syari'at yang notabene merupakan gerbang awal menuju kesempurnaan batin masih kalah dengan yang namanya nafsu badaniyah. Jadi hal-hal spt itu bisa terjadi bukan karena syari'at yang kurang, tapi karena individunya yg masih kalah/kurang memahami ajaran tingkat syari'at. Ibarat kelas di sekolah, kita tidak bisa naik kelas jika kita tidak lulus dari kelas sebelumnya. Untuk mencapai hakikat, kita harus lulus dulu di syari'at. Ketika lulus di syari'at, baru kita bisa memahami dan masuk di kelas ma'rifat, dst. Nah, contohnya om hima tadi kan mereka untuk syari'at saja belum lulus, apalagi naik kelas yang lebih tinggi om? Apalagi yg hakikat.. Akalnya belum nyampai.
 
ijin nyimak untk blajar ya om" smua, maklum otak nubie blum nyampe :ampun:
 
ini pembicaraan tingkat tinggi....manunggaling kawulo Gusti, kawulane sing manunggal kalawan Gusti...manunggal iku dadi siji, nah trus gmana tu, malah bingung dewe aku..
 
ini pembicaraan tingkat tinggi....manunggaling kawulo Gusti, kawulane sing manunggal kalawan Gusti...manunggal iku dadi siji, nah trus gmana tu, malah bingung dewe aku..

Bener om.. Akan bingung karena manunggaling kawula gusti adalah tingkatan hakikat. Kita baru syari'at. Sedangkan hakikat masih 3 atau 4 tingkat diatas kita. Jadi dipastikan kita akan bingung karena belum bisa memahaminya.
 
mengapa harus dianalogikan dengan tingkatan?

kenapa tidak bisa langsung menuju ke tujuan?

apa yang sebenarnya jadi tujuan kehidupan ini?

dan yang paling sering mengganggu pikiran adalah: kenapa tidak semua orang ingin segera kembali ke penciptanya?

ah, apakah benar kita diciptakan?
jika diciptakan, apa tujuan penciptaan itu?
apakah untuk manunggal dengan penciptanya?
jika iya, kenapa harus berjenjang begitu panjang?
apakah tidak ada kelas akselerasi untuk segera kembali?

kayaknya ane harus bikin trit yang isinya pertanyaan semua, nih....
maaf, ya, om TS....
 
Nah itulah om hima. Manunggaling kawula gusti (dalam hal ini adalah ilmu hakikat), merupakan tingkatan tertinggi dalam ibadah islam. Kalo kita masih memikirkan sesuatu dan bingung, itu wajar karena taraf kita baru dalam tingkat syari'at. Tingkat syari'at masih berkutat dengan raga, dan ibadah2 badaniyah semata. Tapi ketika sudah sampai di hakikat, dimana semuanya sudah menggunakan hati, bukan lagi jasmaniyah, maka gakk akan ada lagi kebingungan. Karena sudah tahu nikmatnya beribadah, nikmatnya madu ruhani yang menyatu dengan tuhannya, bukan hanya menggugurkan kewajiban semata. Itulah juga mengapa syekh siti jenar diam dan tidak melawan ketika dieksekusi. Padahal pengikutnya banyak.

:ampun: om armi....pencerahannya begitu mendalam :jempol:
 
mengapa harus dianalogikan dengan tingkatan?

kenapa tidak bisa langsung menuju ke tujuan?

apa yang sebenarnya jadi tujuan kehidupan ini?

dan yang paling sering mengganggu pikiran adalah: kenapa tidak semua orang ingin segera kembali ke penciptanya?

ah, apakah benar kita diciptakan?
jika diciptakan, apa tujuan penciptaan itu?
apakah untuk manunggal dengan penciptanya?
jika iya, kenapa harus berjenjang begitu panjang?
apakah tidak ada kelas akselerasi untuk segera kembali?

kayaknya ane harus bikin trit yang isinya pertanyaan semua, nih....
maaf, ya, om TS....

tujuan penciptaan kita sudah jelas kok pakdhe...mungkin maksudnya tingkatan itu adlh pencapaian2 yg telah dilakukan untuk mencapai tujuan...

anak lulusan TK ga bisa langsung lulus SD, lewatin dulu kelas 1-5 baru 6 dan lulus.

mungkin....bgtu...
 
tujuan penciptaan kita sudah jelas kok pakdhe...mungkin maksudnya tingkatan itu adlh pencapaian2 yg telah dilakukan untuk mencapai tujuan...

anak lulusan TK ga bisa langsung lulus SD, lewatin dulu kelas 1-5 baru 6 dan lulus.

mungkin....bgtu...

Garis besarnya begitu om. Kita harus lulus i syari'at, kemudian masuk ke tarekat (kebanyakan dari kita saja sudah mulai bingung dengan adanya tarekat yg dirasa aneh-aneh spt naqsabandiyyah atau yg lain). Padahal tarekat baru tingkatan 2. Nah, faham dan mengerti esensi tarekat, baru kita akan masuk ke hakekat. (Ada yg menyatakan jika siti jenar ada di tingkatan ini, tapi nubi malah yakin jika beliau sudah pada tahap makrifat..). Tarekat saja yg notabene "hanya" setingkat diatas syari'at saja akal kita kadang tak mampu memahaminya, bagaimana dengan hakikat atau malah makrifat?

Nb. Nubi juga bingung dalam menjawab ini. :ampun:
 
tak bantu kasih contoh, silahkan direnungkan per individu.
Allah itu laksana Air Putih, menyejukan, menyegarkan.
dalam manusia terdapat Roh Kudus, Allah yg bersemayam. tapi sudah tak berwujud Air Putih, melainkan jenis minuman lain. Kopi misalnya.
apakah Kopi bisa Menyegarkan?
bukankah dalam Kopi juga ada Air Putih?
Asam, Pahit, Manis, dll.. lalu bagaimana bisa Kopi menjadi Air Putih? sejatinya Kopi adalah Air Putih.
Aku adalah Allah, Allah adalah Aku.
dalam diriku ada Allah, Allah adalah Tuhanku.
 
Hmmm,,,
Ada yg nyebut² kopi?!?
#terima tawaran ngopi bareng :panlok2:
:kopi::)
 
ane diundang g nie ngopi sambil membabar ilmu manunggaling kawula lan gusti?
 
Wuarr biasa... ane baca sampe terengah-engah.
ane setuju.. semuanya..
beberapa pertanyaan ane pendem dulu.
ini kayaknya ilmu sangat penting.
 
Garis besarnya begitu om. Kita harus lulus i syari'at, kemudian masuk ke tarekat (kebanyakan dari kita saja sudah mulai bingung dengan adanya tarekat yg dirasa aneh-aneh spt naqsabandiyyah atau yg lain). Padahal tarekat baru tingkatan 2. Nah, faham dan mengerti esensi tarekat, baru kita akan masuk ke hakekat. (Ada yg menyatakan jika siti jenar ada di tingkatan ini, tapi nubi malah yakin jika beliau sudah pada tahap makrifat..). Tarekat saja yg notabene "hanya" setingkat diatas syari'at saja akal kita kadang tak mampu memahaminya, bagaimana dengan hakikat atau malah makrifat?

Nb. Nubi juga bingung dalam menjawab ini. :ampun:

keren dah om armada
:jempol:
akika sependat om


akika jg merasa syekh siti jenar juga sampai tahap makrifat
karna beliau pernah berkata
dunia ini hanyalah penjara
ampir sama yg kakek ucapkan


susah juga kalau langsung ke mahrifat
contoh aja
kita ga mungkin menanam buah lalu menjadi buah
butuh perjalanan dan proses
 
Nah itulah om hima. Manunggaling kawula gusti (dalam hal ini adalah ilmu hakikat), merupakan tingkatan tertinggi dalam ibadah islam. Kalo kita masih memikirkan sesuatu dan bingung, itu wajar karena taraf kita baru dalam tingkat syari'at. Tingkat syari'at masih berkutat dengan raga, dan ibadah2 badaniyah semata. Tapi ketika sudah sampai di hakikat, dimana semuanya sudah menggunakan hati, bukan lagi jasmaniyah, maka gakk akan ada lagi kebingungan. Karena sudah tahu nikmatnya beribadah, nikmatnya madu ruhani yang menyatu dengan tuhannya, bukan hanya menggugurkan kewajiban semata. Itulah juga mengapa syekh siti jenar diam dan tidak melawan ketika dieksekusi. Padahal pengikutnya banyak.
Maaf koreksi omTingkatan tertinggi itu ma'rifat .. sesungguhnya yg paling bagus adalah kita mempelajari hakikat, tareqat, lalu syari'at ... kita harus faham dahulu Siapa Tuhan itu ? Ibaratnya yg simpel sebelum kita mengendarai mobil bukankah kita harus tau dulu apa itu mobil.
 
di ungkapke wae ki, ketimbang memdem..

hahahaha.. ini mau ane ungkapin.

Jadi gini, ane dari keluarga yang cukup heterogen. Bapak Islam campur kejawen, ibu non islam.
dan dua orang tua ane termasuk orang yg tidak begitu menjalankan syariat agamanya.
Hasilnya seperti ane ini..
tapi ane beryukur, justru ane bebas mempelajari agama apapun, ane anggep tidak ada kotak yang membatasi ane.
soal pilihan beragama, ane yakin ente juga bukan org yang bebas milih agama, pasti dipilihkan oleh orang tua kan. waktu daftar sekolah SD, ngisi formulir kependudukan.
KTP ane kebetulan Islam.. karena terlanjur dipilihkan islam, tapi orang tua ane membebaskan kalau mau pindah.
Nah ane berusaha menjalankan syariat2. sholat, puasa dan lainnya.
Selanjutnya apa yang terjadi? ane gak menemukan makna apapun. sholat hanya seperti membaca mantra-mantra arab, walaupun ane tau terjemahannya. Puasa hanya sekedar menahan haus dan lapar kemudian menikmati makan yg pada saat buka.
sehingga ane lompat langsung mempelajari apa yg org sebut hakikat.
Mempalajari makna sholat, makna puasa, dan lainnya. Melalui seorang guru di dampingi banyak buku,
Apa yang terjadi saat ane coba belajar hakekat dari seorang guru itu. Ane malah disuruh beberapa hal:
1. Ane harus bisa melepaskan seluruh hal yang ada dalam pikiran ane. termasuk pengetahuan ane tentang islam. karena itu dianggap akan membelenggu pikiran ane.
2. Ane harus meniadakan Tuhan, agar ane jadi tau nantinya makna Tuhan yang sejati.
3. Lupakan tentang makna sholat, puasa dan lainnya, dan harus mulai dari kosong.

Apa para suhu ada yg ngalamin hal serupa seperti ane, atau ane emang blm layak belajar tentang hakikat?

Ah... mungkin ane salah milih guru ini..
Guru ane ini tampangnya tidak seperti kebanyakan guru.
Hanya seorang petani yg saat ini sedang asyik belajar hidroponik.
 
tuing,,, ane angkat lagi ah trit di atas,,,

langsung ye nah seperti suhu di atas beliau sebelum bertemu dengan guru yang membimbingnya hanya mengetahui sholat adalah baca mantra arab, lalu puasa adalah menahan lapar dan haus,,, bisa dilihat kan perbedaan ada pembimbing dan tidak ada.

para wali kenapa waktu dulu berdebat dengan syech siti jenar. ya itu tadi, mereka khawatir akan masyarakat "umum" yang belum benar2 memahami ajaran syech siti jenar secara "khusus". mereka mengakui ajaran syech benar tapi mereka juga takut kejadian pada agama nabi Isa AS terulang kembali.

jadi pengetahuan tanpa guru bagaikan samurai bermata dua.

sekian saja dari nubi yang samin ini.

cmiiw,,, jangan lupa dibata nggeh
 
tidak bolehkah mencari pengetahuan sendiri?
bukankah itu sunnah nabi?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd