Apa dan bagaimana manusia dikatakan berpikir secara objektif ataupun subjektif? Sejak SD kita telah mengenal kalimat yang bersifat objektif dan Subjektif tetapi kurang bahkan belum paham mengenai arti luas dari kata “subjektif” dan “objektif” ini. Tulisan ini pribadi dari pemikiran saya sendiri secara subjektif dan melakukan observasi untuk mendapatkan definisi ataupun pengertian yang objektif.Tadi denger percakapan, "Kamu memandangnya harus objektif dong, jangan subjektif gitu!"
Yang jadi pertanyaan: apakah pengertian yg dicetak miring itu ada kemiripan arti dg subjek dan objek dalam SPOK? Pertanyaan sederhana dan sering membingungkan saya, tapi saya belum sempet nanya ke yg ahlinya, maksudnya bagaimana.
Negoisasi sama negosiasi?
Makin kesini, semakin terasa cetek banget pengetahuan saya tentang bahasa indonesia.
Warga negara Indonesia apakah saya ini?
Aah tampaknya saya mesti pindah dari Indonesia ke Sawer saja lah
Hatur nuhun kang @praharabuana atas sumbangsihnya dalam dunia bahasa kitaNeng @merah_delima ...
Aku minta izin menyumbangkan sedikit ilmu, ya.
++++
Cara Penulisan Judul yang Benar Sesuai dengan PUEBI
Untuk membuat tulisan yang menarik, dibutuhkan rangkaian narasi, pilihan diksi, alur penceritaan, bahkan kepadatan riset. Tetapi, bagian yang tidak kalah penting adalah mencantumkan judul yang tepat. Judul yang tepat tidak hanya membutuhkan rangkaian kalimat yang unik dan menarik, tetapi juga rapi dan sesuai kaidah. Tata penulisan yang amburadul hanya akan membuat calon pembaca merasa penulis tidak memiliki kredibilitas yang terpercaya, sehingga jangankan lanjut membaca, melirik lagi saja belum tentu berkenan.
Nah, agar terhindar dari kesalahan tersebut, simak penjelasan cara penulisan judul yang tepat menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) berikut:
1. Setiap Huruf di Awal Kata Ditulis Dengan Huruf Kapital
Ada beberapa ragam cara penulisan judul, di antaranya adalah menulis keseluruhan huruf dengan huruf kapital (contoh: ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN). Cara itu tidak salah, tetapi menimbang dari segi kerapian, banyak yang lebih memilih cara konvensional. Cara penulisan judul yang benar adalah menulis setiap awal kata dengan huruf kapital, terutama huruf pada kata paling depan (perhatikan: Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Ronggeng Dukuh Paruk). Aturan ini berlaku untuk hampir semua jenis kata termasuk nama, tempat, sifat, keterangan. Namun, ada beberapa pengecualian yang akan dijelaskan pada poin-poin berikut.
2. Gunakan Huruf Kecil untuk Preposisi, Konjungsi, dan Interjeksi
Yang dimaksud dengan preposisi adalah kata depan yang diikuti oleh kata lainnya. Dilihat dari fungsinya, kata ini memiliki fungsi untuk menjelaskan dan memberikan kesinambungan antara kata sebelum dan kata selanjutnya. Yang termasuk dalam preposisi adalah: di, ke, pada, dalam, yaitu, kepada, daripada, untuk, bagi, ala, bak, tentang, mengenai, sebab, secara, terhadap, dst.
Contoh judul menggunakan preposisi:
Tips Memasak Daging ala Chef Juna
Surat dari Praha
Anak Perawan di Sarang Penyamun
Sedangkan konjungsi adalah nama lain dari kata sambung. Kata ini memiliki fungsi untuk menghubungkan kata-kata, kalimat-kalimat, dan ungkapan-ungkapan dan tidak memiliki makna khusus jika berdiri sendiri. Kata-kata yang termasuk konjungsi termasuk dan, atau, tetapi, ketika, seandainya, supaya, pun, seperti, oleh, karena, sehingga, bahwa, kalau, untuk, kemudian.
Contoh konjungsi dalam suatu judul:
Si Jamin dan Si Johan
Dahulu Kaya, kemudian Miskin: Sebuah Antologi Kisah
Terakhir, interjeksi, adalah istilah lain untuk kata seru yang mengungkapkan isi hati dari si pembicara. Kata ini relatif jarang ditemui pada judul karya-karya tulis serius, tetapi banyak menjadi pilihan untuk narasi yang bersifat ekspresif. Contoh interjeksi adalah Alhamdulillah, duh, ih, cih, yuk, wah, wow, amboi, ah, lho, dan lain-lain.
Perhatikan judul-judul berikut:
Gaya Busana Adik Alyssa Soebandono Ini Tidak Kalah dengan Kakaknya, lho!
Jalan-Jalan ke Maldives, yuk!
Meskipun demikian, ketiga jenis kata partikel tersebut harus tetap ditulis dengan huruf kapital apabila letaknya di kata pertama sebuah judul, sesuai dengan kaidah awal. Kita bisa menjadikan sejumlah karya besar sebagai contoh pengecualian ini, termasuk Dari Ave Maria sampai Jalan Lain ke Roma, Kalau Tak Untung, atau judul-judul berita yang sering kita lihat seperti: Wow, Lihat Nasib Artis Ini Sekarang!
3. Perhatikan Kaidah Huruf Kapital pada Kata Ulang
Terkadang, kita menemukan kata ulang pada judul yang akan kita gunakan. Untuk mengetahui cara penulisannya, pertama-tama kita harus mengenali bentuk kata ulang tersebut. Pada dasarnya, kata ulang bisa didefinisikan sebagai kata yang telah mengalami pengulangan (reduplikasi) pada kata dasarnya. Kata ulang murni (dwilingga) dan kata ulang semu harus ditulis dengan huruf kapital di setiap awal kata karena sifatnya yang bisa dibilang tidak mengalami perubahan apapun. Seperti contoh-contoh berikut:
Pengalamanku Menyembelih Biri-Biri di Hari Raya Kurban
Hidup Si Kupu-Kupu Malam
Sayap-Sayap Kenangan
Kecil-Kecil Jadi Manten
Sedangkan bentuk kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, kata ulang dwipurwa, dan kata ulang perubahan—semua yang sederhananya sudah mengalami perubahan bentuk—hanya ditulis kapital pada huruf pertama kata ulang. Seperti pada judul-judul berikut ini:
Kapolres Situbondo: Gerak-gerik Ibu Korban Mencurigakan
Berjalan-jalan di Kota Surabaya
Cerai-berai Negeriku
++++
Secara umum, dalam membuat sebuah judul kita harus memerhatikan bentuk dan tata kalimat untuk memutuskan mana saja kata yang harus kita beri huruf kapital. Ini penting untuk membuat susunan kata yang elok dipandang dan terasa rapi, juga menarik. Nah, demikian paparan mengenai cara penulisan judul yang baik menurut PUEBI. Sedehana, bukan? Selamat berkarya.
++++
sumber: https://typoonline.com/blog/cara-penulisan-judul-yang-benar/
Sami-sami, Neng Era.Hatur nuhun kang @praharabuana atas sumbangsihnya dalam dunia bahasa kita
Sangat dinantikan dan diharapkan lhooo sharingnya kang.. hatur nuhun kangSami-sami, Neng Era.
Kalau ada inspirasi, semoga aku bisa menyumbangkan sedikit pengetahuan bahasa lagi di sini
Saya juga sempat berpikir bahwa 'negosiasi' dan 'negoisasi' adalah dua kata yang berbeda, dan memiliki pengertian yang berbeda pula. Ternyata, kata negoisasi adalah kata yang salah karena tidak memiliki arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sehingga kata yang benar adalah negosiasi dan bukannya negoisasi.Makasih ya, neng era. Tadinya, kata subjektif dan objektif ini cukup membingungkan. Sekarang cukup paham, apalagi dari akhir penjelasannya.
TERIMA KASIH BANGEEEEEET. Neng era emang te o pe be ge te
Trus yg negosiasi sama negoisasi?
Kayaknya yg negoisasi tuh salah ya? Tapi cukup sering juga dengernya. Cuma penjelasannya yg ga tau.
Iya, memang serapan dari "negotiation", Kang.Waah giliran si akang guru yg jelasin. Makasih banget, kang. Permasalahan nego dg isasi/siasi pernah jadi perdebatan. Gara2 ada di kontrak kerja, ada Berita Acara Negoisasi Harga, ane bilang mestinya "negosiasi", tapi rekan kerja keukeuh peuteukeuh. Ane ga bisa nunjukin argumennya, argumen ane mah cuma bilang dari serapan bhs inggris "negotiation". Ga yakin juga sih sama argumen ane sendiri. Hehehe. Padahal argumennya tinggal lihat di KBBI
Kurang lebih sama kayak kata acuh ya om. Banyak yang ngira acuh = tidak peduli, padahal acuh itu artinya peduli.Wah, ada trit bahasa Indonesia jg ternyata. Banyal lho salah kaprah dalam bahasa Indonesia.
Satu contohnya adalah "tidak bergeming" utk mengatakan seseorang tidak bergerak dari pendiriannya. Padahal arti bergeming sendiri adalah tidak bergerak. Jadi salah kalau dibilang tidak bergeming. Karena artinya seseorang itu bergerak.
Salah kaprah udah budaya sih.
Nah, bedul bgt. Tapi contohnya kok ngena bgt di ane sih?Kurang lebih sama kayak kata acuh ya om. Banyak yang ngira acuh = tidak peduli, padahal acuh itu artinya peduli.
Jadi lirik lagu D'Masiv "Kau acuhkan aku dengan sikapmu." artinya jadi "Kau pedulikan aku dengan sikapmu.".
Hahah2, itu bukan sok2an kritik soal pemerintahan skrg kok mba @rosie. Aku cuma mau menyiratkan kalo kesalahan dlm berbahasa jg menandakan adanya kesalahan dalam bernalar.Udah serius baca, endingnya kok giniii om
Eniwei.
Agaknya kata “terpapar” memang mengalami perluasan makna, terutama di bidang kesehatan, akibat sering diterjemahkan dari kata “exposed”.
Misalnya: Pakailah masker supaya tidak terpapar abu vulkanik.
Di sini artinya jadi “terkena”.
Nah, terkait dengan pengidap penyakit, saya setuju lebih tepat pakai kata “tertular” atau “terinfeksi” saat menyebutkan si pasien.
Misalnya: Wali Kota Bogor positif terinfeksi Covid-19.
Keknya asik kalo hidupin thread ini lagi deh, Om Fly
Ya jgn begitu. Suspect itu kan bhs Inggris. Sebaiknya pake bahasa Indonesia aja. Untuk suspect kita bisa pake terduga.Berarti udah bener tersuspect ya oom?
Baru tahu setelah baca ulang di depan, banyak kata-kata yang sering dilihat di suatu tempat kek daring, gawai dll.
Bantuin atuh mbak. Ya buat jadi pendampingMwahahaha lhaaa ini nubie juga cuma berani nebeng di mari kok
Nah udah ada rencana kan itu, ditunggu realisasinya om
Sebagai editor papan atas, kemampuan berbahasa sesuai EYD mu sungguh tidak diragukan lagi Flaii, segera direalisasikanAku emang ada rencana buat bikin tulisan2 pendek ttg bahasa di sini mbak.
Kalo ini monmaap ga bisa bantu .. butuh editor muka keknya wakakakakakak ..Bantuin atuh mbak. Ya buat jadi pendampinghidupgitu.
Mwaaa....Sebagai editor papan atas, kemampuan berbahasa sesuai EYD mu sungguh tidak diragukan lagi Flaii, segera direalisasikan
Kalo ini monmaap ga bisa bantu .. butuh editor muka keknya wakakakakakak ..
#Kaboooooorrr
Bantuin atuh mbak. Ya buat jadi pendampinghidupgitu.