Permisi, Neng
@merah_delima ..
Aku ikut sumbang sedikit ilmu, ya.
****
Contoh Salah Kaprah dalam Berbahasa Indonesia di Kehidupan Sehari-hari
1. Tegar
"Semoga keluarga yang ditinggalkan dalam musibah ini dapat bersikap tegar."
Pada awalnya (cek Kamus Umum Bahasa Indonesia, karya W.J.S Purwadarminta), kata tegar berarti keras kepala, kepala batu dan ngeyel. Namun, entah sejak kapan kata ini bertambah makna (menjadi dua makna) yaitu tabah; kuat; sabar. Padahal makna kedua ini bertolak belakang dengan yang pertama. Entah kenapa pula, dalam keseharian, makna kedua yang lebih sering beredar seperti pada kalimat contoh di atas.
2. Ubah vs rubah
"Kau boleh acuhkan diriku dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku kepadamu"
Apa yang janggal dari lirik salah satu lagu yang pernah hits di radio ini? Ada apa dengan kata ubah?
Ya, dalam bahasa formal atau informal, seringkali kata ini dieja dengan kata rubah atau merubah. Ketika kata ini diberi imbuhan
me-, kata yang terbentuk adalah mengubah (me+ubah=meng+ubah) dan bukan merubah.
Merubah bisa saja berarti menjadi (seperti binatang) rubah.
3. Absensi vs presensi
Absensi Kehadiran Peserta Seminar Pembangunan Infrastruktur Indonesia
Apa yang keliru dari tulisan itu? Ya, benar. Yang keliru adalah penggunaan
absensi yang disertai dengan kata
kehadiran. Absen dipungut dari bahasa Belanda (
absent), berarti tidak hadir atau tidak masuk. Jadi, kalau
absensi digabung dengan
kehadiran maka akan jadi arti yang berbeda dan bertentangan. Lebih baik tulisan absensinya dihilangkan.
Namun begitu, penggunaan kata
mengabsen (pemanggilan daftar hadir agar tahu mana yang hadir dan tidak) atau
absensi (daftar ketidakhadiran) sah-sah saja digunakan.
Sinonim presensi: hadir, masuk
Antonim presensi: mangkir, bolos, perlop, madol, tidak hadir
4. Nol atau kosong?
A: Mbak, saya mau pesan taksi.
B: Oh, baik. Berapa nomor teleponnya, Pak?
A: nol delapan satu tiga…
B: kosong delapan satu tiga…
A: Nol, Mbak. Bukan kosong.
Sebagian dari kita sering menemukan “perlakuan” seperti itu. Ya, ini terjadi karena ada yang menyamakan peran angka
nol (0) yang diambil dari bahasa Belanda (
nul), dengan kata kosong. Dalam penjelasan Tesaurus Bahasa Indonesia, padanan untuk nol itu kosong, namun hanya diberi label cak (cakapan alias tidak resmi; informal). Sementara makna kedua adalah hampa; nihil dan keduanya merupakan kata sifat. Padahal kata nol pada contoh di atas merupakan kata bilangan, bukan kata sifat.
Kalau ada yang masih ingat iklan layanan internet oleh Telk*m dan sering diputar pada televisi swasta pada awal milenium ini: Telk*m-net Instan 080989999, mungkin ada yang berprasangka hal ini yang memperkuat penggunaan nol menjadi kosong menjadi kaprah.
5. Ke luar vs keluar
Mana yang tepat:
Sandra akan pergi ke luar negeri
atau
Sandra akan pergi keluar negeri?
Walaupun dua kata ini ditulis berbeda, namun saat diucapkan, kedengarannya sama saja. Sebetulnya, dua kata ini sangat beda.
Ke luar merupakan bentuk
preposisi, sama seperti
ke dalam,
ke mana,
ke sana,
di atas,
di mana dll. Kalau kita contohkan dengan:
Sandra akan pergi ke luar negeri. Sebut saja ia akan ke Singapura. Artinya, Sandra akan pergi ke luar dari negeri Indonesia menuju Singapura.
Sedangkan
keluar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai kata kerja (verba) dan bermakna ’bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar’. Coba kita cari, apa lawan dari kata keluar? Ya, jawabannya adalah masuk. Contoh lain kata keluar:
Ia dikeluarkan dari sekolahnya karena didapati mengonsumsi narkoba di kelas
atau
Shanti mengeluarkan beberapa uang receh setelah pengamen itu menyanyi.
Kedua contoh ini mencerminkan makna memindahkan sesuatu dari dalam (dari dalam sekolah dan dari dalam saku). Nah, sesuai dong kalau lawannya adalah masuk?
6. Pasca vs paska
Kuliah Perdana Paska Sarjana Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Akhir-akhir ini para pembawa berita di televisi sering membubuhkan kata
pasca untuk mengganti kata sesudah atau setelah. Mungkin kata itu terdengar lebih keren dibandingkan dua kata padanannya. Hal itu sah-sah saja. Tapi masalahnya banyak yang menulis atau membaca kata ini dengan ejaan paska. Kesalahan lain adalah memisahkan penulisan
pasca dengan kata apa pun yang melekat setelah kata itu. Misalnya,
pasca bayar,
pasca SBY atau
pasca tsunami.
Lalu, bagaimana dengan contoh di atas? Salahnya ganda.
Pasca merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta dan dalam penulisannya mesti digabung karena termasuk bentuk terikat. Ada juga penulisan yang menggunakan tanda strip (-) seperti
pasca-SBY, maksudnya setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono;
pasca-SBMPTN, setelah ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Selain itu, bedakan penulisan
pascatsunami dengan
pasca-Tsunami Aceh.
Pascatsunami, penulisannya dirangkai karena tsunami yang dibahas merupakan kejadian alam yang umum sedangkan
pasca-Tsunami Aceh lebih khusus.
7. Garang vs gahar
Maksud hati ingin memberikan nilai garang, seram, keras atau
laki banget, hal yang terucap malah kata gahar. Entah kenapa kata ini dipadankan dengan empat kata sebelumnya. Menurut KBBI, arti kata gahar adalah: menggosok secara kuat. Tapi kalau menurut Kamus Slang Indonesia, kata gahar baru senada dengan empat contoh di atas. Ini berarti, kata gahar belum diakui sebagai kata resmi dan bersifat informal, hanya digunakan waktu percakapan santai saja.
Kata yang berasal dari bahasa Jawa ini, bukan tidak mungkin mengalami nasib yang sama dengan
tegar (memiliki dua makna padahal awalnya cuma satu), akhirnya bermakna dua dan saling tidak berkaitan satu sama lainnya. Hanya sayang sekali, kalau memang artinya berbeda dan itu berawal dari kekeliruan tapi dimaklumkan lalu “direstui” masuk kamus besar.
8. Dipungkiri atau dimungkiri?
Saya yakin, sebagian besar dari kalian pasti lebih akrab dengan
dipungkiri. Tapi, dari dua pilihan di atas, dimungkiri lebih tepat karena kata dasarnya adalah mungkir. Kalau dicek di
www.asalkata.com, kata ini diserap dari bahasa Arab:
munkir.
Kalau masalah makna, KBBI memaknainya dengan: (1) tidak mengaku(i); tidak mengiyakan, (2) tidak setia; tidak menepati (janji); menolak; menyangkal.
Tetapi, saat dipakai dengan imbuhan, kenapa jadi (di)pungkir(i), ya? Bahasawan Ivan Lanin berpendapat, ini mungkin karena para penutur menyangka bentuk pasifnya turunan dari kata pungkir yang huruf “p”-nya mengalami pelesapan saat diberi imbuhan “me-“: “memungkiri“. Dengan kata lain, salah kaprah ini terjadi karena banyak orang tidak tahu bentuk aktifnya
memungkiri, terus malah mengira,
"Ah.. pasti kata dasarnya pungkir, huruf "p" melebur jadi "m", jadi bentuk pasifnya dipungkiri!" Profesor Harimurti Kridalaksana menyinggung gejala ini sebagai derivasi balik (
back-derivation atau
back-formation). Derivasi balik, menurutnya sebagai proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada, tanpa mengenal atau mempertimbangkan unsur-unsurnya.
Padahal, yang tepat adalah bentuk aktifnya
memungkiri dan pasifnya
dimungkiri.
9. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72!
Dirgahayu berasal dari bahasa Sanskerta
‘dīrghāyu’, yang berarti semoga panjang umur (
long live). J.S. Badudu, tokoh bahasa Indonesia juga pernah membahas ini di Koran Suara Pembaruan 28 tahun yang lalu.
Selama ini, dirgahayu banyak diartikan sebagai ‘selamat ulang tahun’ ternyata mempunyai arti ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’. Mengapa bukan ‘panjang umur’? Ingat hukum DM (diterangkan menerangkan) & MD-nya (menerangkan diterangkan) STA (Sutan Takdir Alisjahbana): kata nomina, selanjutnya kata sifat. Baik, kembali lagi ke bahasan. Jadi, coba bayangkan arti dari slogan di atas:
semoga panjang umur kemerdekaan Republik Indonesia ke-67. Padahal lebih pas kalau diubah menjadi:
Selamat ulang tahun ke-67 Republik Indonesia – Semoga panjang umur!
10. Kita versus kami
Kita dan
kami terkadang dianggap sama meskipun artinya berbeda. Namun, saya kerap menemukan penggunaan
kita dalam sebuah kalimat namun maksud penuturnya adalah
kami. Lihat salah satu contoh judul berita di bawah ini:
Mabes Polri: Kita Harus Dewasa, Tak Kaitkan Persoalan Individu Jadi Persoalan Institusi
Apakah kita (semua pembaca tulisan dari berita tersebut) ini merupakan anggota Markas Besar Kepolisian RI? Tentunya, maksud pak Polisi ini adalah dia dan koleganya di kantor pusat kepolisian itu (baca: kami). Entah karena kadung biasa atau khawatir dikira ekslusif, terpilihlah
kita alih-alih
kami.
Kita merujuk pada pronomina persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara.
Kami merujuk pronominal yang berbicara bersama dengan orang lain (saya dan yang lain, tak termasuk kamu) dan tidak termasuk orang yang diajak berbicara). Sementara,
kita menyertakan lawan bicara (saya, kamu dan yang lainnya). Mengutip Ivan Lanin, perihal
kita (inklusif) dan
kami (ekslusif) ini masuk ranah linguistik dengan istilah
clusivity atau klusivitas. Klusivitas lumrah tersua pada bahasa dalam rumpun Austronesia, termasuk bahasa kita.
11. Karut marut vs carut marut
Persebaya Carut-Marut, Bonek Versi YSS Belum Turun ke Jalan
Dua kata ini merupakan jenis kata ulang berubah bunyi, laiknya pernak-pernik, lenggak-lenggok, tindak-tanduk, sayur-mayur atau lauk-pauk. Meskipun sepintas dua kata ulang ini mirip, ternyata maknanya berbeda. Karut (menurut KBBI), punya makna: kusut; kacau tidak keruan. Sedangkan
karut-marut juga berarti kusut (kacau); rusuh dan bingung (tentang pikiran, hati, dsb); banyak bohong dan dustanya (tentang perkataan, dsb.).
Lalu apa arti
carut-marut? Carut sendiri berarti "keji, kotor, cabul" (dalam konteks perkataan). Sedangkan
carut-marut berarti "perkataan yang keji, berkata kotor atau bersumpah-serapah". Kalau Anda melihat ada teman yang mengumpat menggunakan kata kotor, itu artinya ia sedang bercarut-marut.
Nah, coba bandingkan judul berita yang disebutkan di atas. Maksud hati sang wartawan ingin menyampaikan kondisi Persebaya yang kusut secara organisasi, namun malah menyiratkan bahwa Persebaya kesal dan berkata yang bukan-bukan. Salah kata berakhir menjadi salah makna.
12. Sosial media vs media sosial
Sebenarnya, ini contoh yang sederhana. Penyerapan istilah asing tentu mengikuti kaidah bahasa yang jadi penyerap. Untuk konteks ini, berlaku hukum DM dan MD, menerangkan diterangkan dan diterangkan menerangkan.
Terjemahan social media tentunya media sosial, bukan? Bukan sosial media. Media adalah rupa dari menerangkan dan sosial adalah rupa dari diterangkan. Artinya,
media sosial itu adalah media untuk seseorang atau kelompok bersosialisasi dengan orang lain. Lalu bagaimana dengan
sosial media?
****
Sekian sedikit ilmu dari saya, semoga bermanfaat.